MAKALAH RUU KEPERAWATAN




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk  pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.
Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan masalah kesehatan.
Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui registrasi, seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.
Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitik beratkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di 2 rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.
Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan diberikan secara professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral, sehingga masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan keperawatan yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge yang jelas berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standard dan etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993). Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara hokum apabila tidak melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.
Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistic melandasi suatu standard asuhan dan dilaksanakan berdasarkan keyakinan terhadap paradigma keperawatan. Sistematika proses keperawatan menjadi pola pikir dan tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment), perencanaan (termasuk kriteria keberhasilan), implementasi dan evaluasi. Proses keperawatan ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan kesehatan di Indonesia dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.
Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, seringkali di identikkan dengan kegagalan upaya kesehatan padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang memenuhi persyaratan saja yang akan mendapatkan lisensi/ijin melakukan Pratik keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang Praktik Keperawatan yang mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan untuk melindungi masyarakat.   
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah 3 global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3 negara yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan (Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan dalam jumlah yang besar. Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik disamping sebagai perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.
Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam Rancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut:
1.      Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan.
2.      Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi, registrasi dan lisensi.
3.      Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang bertangung jawab terhadap praktik.
4.      Pengaturan tentang keterkaitan antara praktik dengan penelitian.
5.      Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang ini ada pada departemen kesehatan.
6.      Ketatalaksanaan hubungan antara pasien dengan perawat.
7.      Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
8.      Pemberian sanksi disiplin.

1.2  Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas bagaimanakah masa depan profesi keperawatan di indonesia apabila RUU keperawatan tidak disahkan.

1.3  Tujuan
1.      Gambaran penyelenggaraan praktik keperawatan
2.      Sejarah perkembangan profesi keperawatan
3.      Penyelenggaraan praktik keperawatan
4.      Masalah-masalah dalam praktik keperawatan
5.      Alasan perlunya pengaturan perundang-undangan keperawatan
6.      Pokok-pokok materi muatan dalam pengaturan praktik keperawatan
BAB II
TUJUAN PUSTAKA

2.1  Gambaran  Penyelenggaraan Praktik Keperawatan
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan lingkungan (Tomey, 1994).
Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care (Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer atau Suplementer (Henderson), Care-Cure and Core (Lydia Hall), Teori Sikap dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson), Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya (Leininger), Perilaku Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain. Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta perlu untuk di bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari semua teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik dan menjadi landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi kesehatan lain (Nurrachmah, 2004).
Keperawatan di Indonesia yang perkembangannya masih belum menggembirakan dibanding dengan negara-negara maju. Di karnakan karna adanya faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor historikal, struktural maupun fungsional. Dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada era globalisasi dimana perkembangan tehnologi informasi membuat tidak ada batas antar negara, telah memungkinkan arah perkembangan keperawatan di Indonesia sejalan dengan arah perkembangan keperawatan di negara-negara maju. Walaupun sebenarnya keterlambatan perkembangan keperawatan di Indonesia lebih banyak dikarenakan factor ekesternal profesi.

2.2  Sejarah Perkembangan Profesi Keperawatan
Perkembangan keperawatan di Indonesia mungkin tidak terlepas dari perkembangan keperawatan global. Karna dalam sejarah Islam pada zaman Nabi Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan telah dikenal dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat pertama didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu di Inggris juga dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal dalam Perang Kremlin dengan mengabdikan dirinya hanya untuk kepentingan orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.
Di Indonesia dalam suatu sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit.  Beberapa catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945 bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak tahun 1800-an di sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan kekhususan paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantra cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga perawat berijazah Hindia Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan mantri cacar merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama pendidikan 6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah eropa adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3 tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih tinggi dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah Hindia Belanda sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat dengan lama pendidikan 4 tahun yang menghasilkan dua jenis tenaga perawat yaitu perawat umum dan perawat jiwa yang dimulai sejak tahun 1915. Adapun mantri malaria merupakan tenaga perawat yang hanya berupa kursus selama satu setengah tahun, yang hanya diadakan 2 kali yaitu tahun 1926 dan 1927.
Keterlibatan perawat dalam medan perang sangat aktif, keperawatan diinterpretasikan dalam aspek yang sangat luas. Mereka melakukan berbagai kegiatan diantaranya mulai mengangkat korban, mengobati, memindahkan ketempat yang lebih aman sampai dengan memakamkan bagi korban yang meninggal. Perawat melakukan kegiatan yang berdasarkan pada prosedur kemanusiaan.
Keperawatan setelah kemerdekaan sampai dengan tahun 1965 tidak banyak mengalami kemajuan. Pada tahun 1953 dibuka Sekolah Pengatur Rawat (SPR) dengan latar belakang sekolah menengah pertama dan lama pendidikan 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK) dengan latar belakang pendidikan dasar (Sekolah Rakyat) ditambah satu tahun. Pada masa ini nampak bahwa perkembangan keperawatan masih sangat tertinggal sehingga pada tahun 1960-an dikenal berbagai jenis tenaga perawat sampai lebih dari 20 jenis. Pendidikan keperawatan berbasis rumah sakit lebih ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan rumah sakit setempat, mereka bekerja dibawah supervisi tenaga kesehatan lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang kokoh maka pelayanan yang diberikan lebih bersifat suplementer dan menjadi tenaga yang kurang akontabel. Situasi tersebut mendorong Departemen Kesehatan mengembangkan pendidikan keperawatan yang lebih sesuai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dengan didirikannya Akademi Keperawatan di lingkungan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta pada tahun 1962 (yang dikenal dengan CBZ) dengan latar belakang pendidikan sekolah menengah atas dan di tambah dengan pendidikan sekolah keperawatan 3 tahun.
Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah mulai menyadari bahwa pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan periode kebangkitan, dimana pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi.
Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, yang merupakan pendidikan tinggi keperawatan Strata satu pertama di Indonesia. Perkembangan ini diikuti pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi penting setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah menjabarkan keberadaan profesi keperawatan sebagai satu dari enam kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia. Kebijakan ini mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan yang ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana Keperawatan (Ners).
Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners) didirikan dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri misalnya antara lain UGM (Yogyakarta), UNDIP (Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang), UNBRAW (Malang), USU (Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS (Makasar) serta di beberapa universitas swasta. Pada periode ini perawat yang telah melalui pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah menyadari bahwa profesionalisme keperawatan perlu ditumbuh kembangkan secara terus menerus.
Sampai dengan tahun 2004, jumlah lulusan perawat pada tingkat sarjana (ners) maupun magister telah mencapai 3178 orang. Sedangkan jumlah seluruh perawat di Indonesia pada tahun yang sama telah mencapai 250.000 orang dengan rincian: lulusan SPK berkisar 84,5%, lulusan D III berkisar 14% dan lulusan Sarjana/magister berkisar 1,5% (Nurrachmah, 2004). Dampak positif yang dihasilkan tenaga keperawatan berpendidikan tinggi adalah pelayanan keperawatan di kembangkan kearah yang benar, dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan status kesehatan masyarakat melalui pelayanan keperawatan yang professional.


2.3  Penyelenggaraan Prakti Keperawatan
Lingkup praktik keperawatan meliputi:
1.      Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
2.      Memberikan suatu tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian suatu masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan system klien.
3.      Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehtan dan tatanan lainnya.
4.      Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obatan berlabel merah) dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
5.      Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter. Untuk melaksanakan praktik keperawatan sesuai lingkup praktik keperawatan tersebut, maka kewenangan perawat meliputi:
a.    Melaksanakan pengkajian keperawatan.
b.   Merumuskan diagnosis keperawatan.
c.    Menyusun rencana tindakan keperawatan.
d.   Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan.
e.    Mendokumentasikan hasil keperawatan.
Berdasarkan bentuk intervensi keperawatan, mencakup antara lain: observasi, pendidikan, konseling kesehatan, tindakan/tritmen keperawatan, dan tindakan/tritmen medik yang dilimpahkan atau diserahkan, serta dalam pendokumentasian dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia sesuai dengan bidang garapan keilmuan keperawatan, yaitu:
a.    Memenuhi kebutuhan O2.
b.   Memenuhi kebutuhan nutrisi.
c.    Memenuhi kebutuhan integritas jaringan.

d.   Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.
e.    Memenuhi kebutuhan eliminasi buang air besar.
f.    Memenuhi kebutuhan eliminasi urin.
g.   Memenuhi kebutuhan kebersihan diri dan lingkungan.
h.   Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur.
i.     Memenuhi kebutuhan sirkulasi.
j.     Memenuhi kebutuhan keamanan dan keselamatan.
k.   Memenuhi kebutuhan manajemen nyeri.
l.     Memenuhi kebutuhan aktifitas dan latihan.
m. Memenuhi kebutuhan psikososial.
n.   Memenuhi kebutuhan interaksi social.
o.   Memenuhi kebutuhan tentang perasaan kehilangan, menjelang ajal,
dan menghadapi kematian.
p.   Memenuhi kebutuhan spiritual.
q.   Memenuhi kebutuhan lingkungan sehat.
r.     Memenuhi kebutuhan ibu hamil.
s.    Memenuhi kebutuhan ibu melahirkan/intra partum.
t.     Memenuhi kebutuhan ibu post partum.
u.   Memenuhi kebutuhan PUS.
v.   Memenuhi kebutuhan remaja putri tekait dengan system reproduksi
w. Memenuhi kebutuhan pra nikah.
x.   Memenuh kebutuhan perempuan terkait system reproduksi tanpa
adanya kehamilan termasuk menopause.
Apabila ditinjau dari suatu tingkat upaya pencegahan, maka lingkup praktik keperawatan, mencakup:
1.      Pencegahan primer: promosi dan pendidikan kesehatan atau perlindungan kesehatan dan pencegahan penyakit ( imunisasi).
2.      Pencegahan sekunder: deteksi dini terhadap resiko dan bahaya kesehatan; menanggulangi masalah kesehtan dengan cepat dan tepat melalui asuhan keperawatan individu di keluarga dan komunitas, dan melakukan rujukan kasus.
3.      Pencegahan tertier: mencegah dari ketidakmampuan dan kecacatan lebih lanjut melalui asuhan keperawatan berfokus pada upaya rehabilitatif, dan mengoptimalkan fungsi kehidupan klien.
Dengan demikian, maka sasaran praktik keperawatan meliputi seluruh rentang kehidupan klien dan memperhatikan tiap tahap tumbuh kembang manusia. Oleh karena itu sasaran praktik keperawatan meliputi keperawatan janin dalam kandungan ibu, selama proses kelahiran baik itu untuk ibu dan janinnya atau, neonatus, bayi, balita, usia pra sekolah, usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa dan lanjut usia, bahkan selama masa sakaratul maut.
Praktik keperawatan profesional merupakan tindakan mandiri perawat professional melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif dengan klien, keluarga maupun dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan dalam proses keperawatan yang dinamis dan siklik meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian, perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi harus dilakukan bersama klien beserta keluarga, agar dalam pelaksanaannya dapat dilakukan sesuai dengan harapan dan kemampuan klien dan keluarganya serta ketersediaan sumber yang ada. Dengan terpenuhinya kebutuhan dan harapan klien maka kepuasan klien diharapkan dapat tercapai. Praktik keperawatan yang memenuhi kebutuhan atau pun harapan klien beserta keluarganya dapat diselenggarakan pada semua sarana/tatanan pelayanan kesehatan, baik itu di rumah sakit umum maupun khususnya di Puskesmas, dan praktik keperawatan di rumah (home care) atau praktik keperawatan berkelompok/bersama (nursing home, klinik bersama), praktik keperawatan perorangan, serta praktik keperawatan yang mobile/ambulatory. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan upaya memperhatikan keterjangkauan masyarakat supaya mendapatkan pelayanan/asuhan keperawatan dalam konteks pelayanan kesehatan.
Penyelenggaraan praktik keperawatan pada semua sarana atau tatanan memerlukan pengelolaan administratif yang berbeda, sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-masing, namun dalam tanggung jawab teknis dan etis keperawatan, harus tetap berada pada perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan. Praktik keperawatan di rumah sakit baik itu milik pemerintah maupun swasta dan puskesmas harus direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi serta dicatat dan dilaporkan sesuai dengan aturan administrasi yang berlaku. Aturan perundang-undangan tersebut ditetapkan oleh pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten atau Kota selaku regulator. Penyelenggaraan praktik d.i rumah sakit swasta, biasanya memiliki aturan lokal yang juga harus ditaati oleh semua perawat yang bekerja di RS tersebut, disamping aturan pemerintah pusat dan daerah yang berlaku. Praktik keperawatan berkelompok, merupakan praktik mandiri sekelompok perawat generalis dan atau spesialis dengan menggunakan ruangan gedung dan fasilitasnya secara bersama-sama. Praktik bersama dilaksanakan untuk tujuan efisiensi sumber karena dapat menggunakan sarana dan prasarana secara bersama-bersama sehingga resiko biaya yang harus ditanggung akan lebih kecil. Praktik bersama juga akan lebih memudahkan proses rujukan antar spesialis keperawatan dan memberikan kesempatan yang lebih besar untuk terselenggaranya komunikasi profesi keperawatan dan saling memberikan dukungan antar perawat. Dalam penyelenggaraan praktik bersama diperlukan seorang penanggung jawab klinik, yang berperan sebagai kordinator internal dan mediator dengan pemerintah dan masyarakat luas selaku pengguna jasa. Karena penggunaan sumber secara bersama, maka diperlukan perencanaan matang dalam operasionalisasi praktik bersama, untuk itu diperlukan perencanaan strategis dan rapat koordinasi secara rutin. Sedangkan tanggung jawab profesi tetap berada pada masing –masing perawat yang berpraktik.




2.4  Masalah-Masalah Dalam Praktik Keperawatan
Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana penyakit degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (avian flu, HIV/AIDS) muncul bersama-sama. Hal ini diperberat dengan terjadinya berbagai bencana alam yang mendera Indonesia secara bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir, gunung meletus, luapan Lumpur panas dan beracun dsb).
Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi yang menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi kurang/buruk akibat daya beli masyarakat yang rendah sehingga menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan memperlambat proses penyembuhan, yang berdampak pada pemborosan sumber, termasuk menimbulkan masalah-masalah dalam penyelenggaraan praktik keperawatan baik karena adanya keterbatasan berbagai sumber keperawatan, baik itu sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.
Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga Keperawatan terdiri dari perawat dan bidan. Namun dalam hal ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners. Dibandingkan dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenaga keperawatan sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada Januari 1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan system pendidikan tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.
Menurut jenjang pendidikan perawat dikategorikan:
1.      Lulusan SPK (SMP + 3 tahun) yang sudah dinyatakan phasing out sejak 1982 dan dikonversikan pendidikan mereka ke jenjang DIII keperawatan
2.      Lulusan DIII keperawatan (SMA + 3 tahun) dengan berbagai kekhasan sesuai dengan muatan lokal kurikulum masing-masing institusi pendidikan.
3.      Lulusan program pendidikan Ners (SMA + 5 tahun) dengan jenjang S1 dan gelar profesi Ners )
4.      Lulusan program Pasca Sarjana dan atau Spesialis Keperawatan (Ners + 3 tahun) untuk mendapatkan gelar magister dan ners spesialis dalam berbagai bidang ilmu keperawatan.
Lulusan dari berbagai jenjang pendidikan keperawatan ini perlu diatur pendayagunaannya secara benar dan baik berdasarkan azas keadilan dan pemerataan keterjangkauan dengan memperhatikan aspek efisiensi dan mutu pelayanan dan lingkungan kehidupan kerja yang baik bagi tenaga kesehatan, dalam hal ini bagi perawat.
2.5   Alasan Perlunya Pengaturan Perundang-Undangan Keperawatan
1.   Alasan Filosofis
Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.
Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan. Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian masalah yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.
2.   Alasan Yuridis
a.       Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 menyebutkan bahwa Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
b.      Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI mengenai Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari: tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan kesehatan, pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan. Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa:
     Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.”
    Pada Pasal 53 ayat 1 juga menyebutkan bahwa: Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
3.   Alasan Sosiologis
Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:
a.       Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan dengan adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medical yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
b.      Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi kebutuhan jenis dan jenjang tenaga perawat.
c.       Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan keperawatan.
d.      Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan.
e.       Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras dll.

4.   Alasan Tehnik Keperawatan
a.       Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap perawat.
b.      Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting dalam pengambilan keputusan (kebijakan).
c.       Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat Penyebaran tenaga yang tidak merata.
d.      Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif.
e.       Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab.
f.       Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan peluang sempit.
g.      Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting.
h.      Kondisi kerja.

2.6   Pokok-Pokok Materi Muatan Dalam Pengaturan Praktik Keperawatan
1.   Pengertian Umum
Pengertian yang terdapat didalam RUU ini antara lain:
a.       Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiatkeperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
b.      Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.
c.       Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan dan tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.
d.      Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang undangan.
e.       Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN).
f.       Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis.
g.      Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji.
h.      Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
i.        Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
2.   Azas dan Tujuan
Azas undang-undang praktik keperawatan hádala bahwa praktik keperawatan dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan bagi penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.
3.   Lingkup Praktik Keperawatan
Lingkup praktik keperawatan adalah :
a.       Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.
b.      Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan system klien.
c.       Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.
d.      Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal.
e.       Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.
4.   Konsil Keperawatan Indonesia
Konsil keperawatan Indonesia dibentuk dalam rangka mencapai tujuan terselenggaranya praktik keperawatan yang bertanggung jawab kepada Presiden, bersifat nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila diperlukan serta berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Sedangkan tugasnya adalah;
a.       Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat.
b.      Mengesahkan standar pendidikan perawat.
c.       Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat.

Dalam menjalankan tugasnya, konsil Keperawatan Indonesia mempunyai wewenang:
a.       Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi.
b.      Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat.
c.       Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi.
d.      Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat.
e.       Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat.
f.       Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.
5.   Standar Pendidikan Profesi Keperawatan
Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan.
Standar pendidikan profesi keperawatan adalah:
a.       untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b.      untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
6.   Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Berkelanjutan
Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, dimana untuk memberikan suatu kompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan. Maka dari itu, Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh suatu organisasi profesi. Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.
7.   Registrasi Keperawatan
Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP). Registrasi perawat dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
a.       LVN untuk perawat vokasional
b.      RN untuk perawat profesional
Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :
a.       memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LVN
b.      memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk RN
c.       mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
d.      memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
e.       lulus uji kompetensi
f.       membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi keperawatan
g.      rekomendasi dari organisasi profesi
8.   Penyelenggaraan Praktik Peperawatan
Praktik keperawatan dilakukakan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPP berwenang untuk:
a.       Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi diantaranya:  pengkajian keperawat, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
b.      Melaksanakan tindakan keperawatan sebagaimana meliput antara lain: intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.

c.       Melaksanakan intervensi keperawatan
d.      Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obat dengan label merah) dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
e.       Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.
9.   ketentuan pidana
Apabila dalam pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan yang berkaitan dengan aspek hukum ditemukan pelanggaran dan kejahatan maka perlu diberikan sanksi hukum. Perawat yang melanggar ketentuan dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara Surat Ijin Praktik Perawat maupun permanen hingga sanksi pidana. Penetapan sanksi administrasi dan Sanksi Disiplin maupun pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.
10. Ketentuan Peralihan
Dalam rangka untuk mengatasi jangan sampai terjadi kekosongan hokum apabila undang-undang telah disahkan tetapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan praktik keperawatan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum dicabut. Maka perlu dibunyikan dalam pasal peralihan undang-undang ini. Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini. Ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.




BAB III
KESIMPULAN

2.7  Kesimpulan
Dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang sangat pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada, sehingga dapat memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga keperawatan sebagai pemberi pelayanan maupun di masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan perubahan atau dalam membentuk suatu undang-undang yang diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan naskah akademis menjadi sangat penting.
Oleh karena itu penyusunan naskah akademis Praktik Keperawatan ini memuat pokok-pokok pikiran mengenai materi hukum yang melandasi penyusunan praktik keperawatan mencakup antara lain:
a.       Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
b.      Pengaturan izin praktik kaitannya dengan seritifikasi, registrasi dan lisensi.
c.       Akreditasi tempat praktik dan orang yang bertanggung jawab ditempat praktik.
d.      Pengaturan penetapan kebijkan, yang sekarang ini hanya ada di Departemen Kesehatan.
e.       Pengaturan ketatalaksanaan hubungan perawat klien (pasien).
f.       Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
2.8  Saran
1.      Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu.
2.      Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3.      Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Keperawatan007 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger